News

Sidoarjo–Gresik Jadi Lokasi Percontohan Integrasi Mangrove–Akuakultur

03 Dec 2025 by Author
photo

SURABAYA, 2 DESEMBER 2025 – Yayasan Hutan Biru (YHB) atau Blue Forests resmi memulai Program COAST–SHORE (Sustainable Habitats and Ocean Resilience for Everyone) di Surabaya, Senin (1/12/2025).

Program ini membuka fase baru intervensi strategis untuk memperkuat ketahanan pesisir dan keberlanjutan sektor perikanan Indonesia lewat pendekatan terpadu antara rehabilitasi mangrove dan budidaya perikanan ramah lingkungan.

Pada tahap perdana, dua kabupaten di Jawa Timur—Sidoarjo dan Gresik—dipilih sebagai lokasi percontohan. Provinsi ini dianggap ideal karena memiliki kawasan mangrove terluas di Pulau Jawa, sekitar 30.000 hektare, dengan penambahan 3.000 hektare sejak 2021.

Namun, tantangannya tak kecil. Sekitar 40% mangrove telah beralih fungsi menjadi tambak, sementara 120.000 hektare tambak kini terbengkalai dan tidak produktif.

Direktur YHB, Rio Ahmad, menekankan bahwa kunci keberhasilan pemulihan ekosistem pesisir adalah menghubungkan rehabilitasi mangrove dengan pengelolaan tambak yang berkelanjutan. Ia mengingatkan bahwa mangrove merupakan habitat dasar perikanan.

“Sekitar 70 persen ikan laut menghabiskan masa kecilnya di mangrove. Mangrove itu pesantrennya ikan,” ujar Rio. Melalui pendekatan IMSA (Integrated Mangrove–Sustainable Aquaculture), YHB ingin mengembalikan fungsi habitat sekaligus meningkatkan produktivitas tambak masyarakat.

Program COAST–SHORE merupakan bagian dari inisiatif Climate and Ocean Adaptation and Sustainable Transition (COAST) Facility yang didukung Pemerintah Inggris melalui Blue Planet Fund dan dikelola oleh DAI Global UK.

Program ini berfokus pada penguatan adaptasi iklim di wilayah pesisir, peningkatan tata kelola konservasi, pemberdayaan perikanan skala kecil, serta pengembangan akuakultur yang ramah lingkungan.

Dalam sektor konservasi, YHB menargetkan peningkatan kualitas pengelolaan kawasan melalui penguatan lembaga masyarakat, penyusunan ulang Rencana Pengelolaan Zonasi (RPZ), dan penerapan sistem Monitoring, Control, and Surveillance (MCS).

Di tingkat nasional, target awal meliputi pemulihan 40 hektare mangrove serta rehabilitasi lamun dan terumbu karang di sejumlah titik. Kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) juga akan menerima peningkatan kapasitas untuk memperkuat pengawasan kawasan.

Selain konservasi, program ini menekankan penguatan perikanan rakyat berbasis partisipasi komunitas. Nelayan, perempuan pesisir, pemuda, dan pemerintah desa akan dilibatkan langsung dalam penyusunan ruang laut, pengelolaan sumber daya, hingga peningkatan nilai tambah komoditas utama seperti kepiting bakau, lobster, dan ikan tirusan.

Di sektor budidaya, model IMSA menjadi inovasi sentral. Melalui Farmer Coastal Field School (CFS), petambak di Sidoarjo dan Gresik akan mendapatkan pelatihan mengenai desain tambak ramah lingkungan, manajemen kualitas air, integrasi mangrove, hingga pemasaran hasil panen.

Pendekatan ini dirancang untuk menghidupkan kembali tambak terlantar tanpa merusak ekosistem pesisir, sekaligus memperkuat pertahanan alami dari abrasi dan kenaikan muka air laut.

Lead COAST Facility Indonesia, Imam Syuhada, menjelaskan bahwa COAST telah berjalan di berbagai wilayah dengan fokus berbeda, mulai dari rumput laut hingga perikanan rajungan.

“Program COAST mendukung setidaknya delapan provinsi dengan memberikan grant kepada berbagai NGO. Blue Forests menjadi mitra yang fokus pada pengembangan model tambak,” ujarnya. Menurutnya, intervensi di Sidoarjo dan Gresik diprioritaskan karena tekanan ekologis yang tinggi akibat degradasi mangrove dan menurunnya kualitas tambak.

Imam menambahkan bahwa Blue Forests akan berperan sebagai penghubung antara komunitas, pemerintah, dan sektor swasta dalam menjawab tantangan rehabilitasi pesisir. Kolaborasi ini diharapkan memulihkan fungsi ekologis sekaligus meningkatkan produktivitas tambak secara berkelanjutan.

Intervensi di dua kabupaten tersebut diproyeksikan menjadi model nasional untuk restorasi tambak tidak produktif. Mengusung konsep fungsi ganda—pemulihan habitat dan peningkatan ekonomi pesisir—program ini menargetkan manfaat langsung bagi ribuan keluarga.

Lebih jauh, YHB menekankan bahwa masyarakat merupakan motor keberlanjutan program. Regenerasi kepemimpinan lokal melalui kelompok nelayan dan koperasi pesisir menjadi prioritas agar praktik yang dikembangkan dapat bertahan dan diwariskan lintas generasi.

Dengan agenda konservasi, pemberdayaan ekonomi, hingga inovasi budidaya, COAST–SHORE diharapkan menjadi tonggak penting dalam membangun model integrasi mangrove–akuakultur yang adaptif, inklusif, dan mampu menjawab tantangan perubahan iklim di pesisir Jawa Timur.

Scroll to Top